BAB
II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi
ginjal
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam
mempertahankan homeostasis cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk
mempertahankan homeostasis dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik,
asam-basa, ekskresi sisa metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal dan
metabolisme. Ginjal terletak dalam rongga abdomen retroperitoneal kiri dan
kanan kolumna vertebralis, dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat dibelakang
peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke-11 dan ginjal kanan setinggi
iga ke-12, sedangkan batas bawah setinggi vertebralis lumbalis ke-3.
2. Struktur
ginjal
Ginjal terdiri
atas:
a. Medulla
(bagian dalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis, jumlahnya
antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya
menghadap kesinus renalis.
b. Korteks
(bagian luar): subtansi kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak,
dan bergranula. Subtansi tepat dibawah fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid
yang berdekatan dengan sinus renalis. Bagian dalam diantara piramid dinamakan
kolumna renalis.
3. Pembungkus
ginjal
Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut
kapsula adiposa (peritonel feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi
ginjal memanjang melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup
oleh lamina khusus dari fasia subserosa yang disebut fasia renalis yang
terdapat diantara lapisan dalam dari fasia profunda dan stratum fasia subserosa
internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi dua.
a. Lamella
anterior atau fasia prerenalis.
b. Lamella
posterior atau fasia retrorenalis.
4. Struktur
makroskopis ginjal
Satuan fungsional ginjal disebut juga dengan nefron,
mempunyai + 1,3 juta. Selama 24 jam nefron dapat menyaring 170 liter
darah. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang
yang terdapat pada renal piramid masing-masing membentuk simpul yang terdiri
atas satu badan malpigi yang disebut glomerulus.
5. Bagian-bagian
dari nefron
a. Glomerulus
Bagian
ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak didalam kapsula
bowman menerima darah dari arteriole aferen dan meneruskan ke sistem vena
melalui arteriol aferen. Natrium secara bebas difiltrasi ke dalam glomerulus
sesuai dengan kosentrasi dalam plasma. Kalium juga difiltrasi secara bebas,
diperkirakan 10-20% dari kalium plasma terikat oleh protein dalam keadaan
normal.
b. Tubulus
proksimal konvulta
Tubulus
ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman dengan panjang 15 mm dan
diameter 55 .Bentuknya berkelok-kelok berjalan dari korteks ke bagian medulla
lalu kembali ke korteks, sekitar 2/3 dari natrium yang terfiltrasi akan
diabsorbsi secara isotonik bersama klorida. Proses ini melibatkan transport
aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium akan mengurangi pengeluaran air
dan natrium.
c. Lengkung
Henle (ansa henle)
Bentuknya
lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke segmen tebal,
panjangnya 12 mm, total panjangnya ansa henle 2-14 mm. Klorida secara aktif
diserap kembali pada cabang asendens gelung henle dan natrium bergerak secara
pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.
d. Tubulus
distal konvulta
Bagian
ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan letaknya jauh dari
kapsula bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dimasing-masing nefron bermuara
ke duktus kolingetis yang panjangnya 20 mm.
e. Duktus
kolingetis medulla
Saluran
yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus ekskresi natrium
urin terjadi disini dengan aldosteron yang paling berperan terhadap rearbsopsi
natrium. Duktus ini memiliki kemampuan untuk mereabsorpsi dan menyekresi
kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus kolingen kortikal dan
dikendalikan oleh aldosteron.
B. Definisi
CKD
Chronic
Kidney Desease (CKD) atau Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit renal tahap
akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2002).
Gagal
ginjal kronis (GGK) ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal secara progresif dan
irreversibel dalam berbagai periode waktu, dan beberapa bulan hingga beberapa
dekade. Gagal ginjal kronis terjadi karena sejumlah keadaan nefron tidak
berfungsi secara permanen dan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) (Chang,
dkk, 2010).
C. Etiologi
Penyebab GGK dapat
dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
1. Penyebab
pre-renal:
berupa gangguan aliran darah kearah ginjal sehingga ginjal kekurangan suplai
darah menyebabkan kurang oksigen dengan akibat lebih lanjut jaringan ginjal
mengalami kerusakan, misal: volume darah berkurang karena dehidrasi berat atau
kehilangan darah dalam jumlah besar, berkurangnya daya pompa jantung, adanya
sumbatan/ hambatan aliran darah pada arteri besar yang ke arah ginjal, dsb.
2. Penyebab
renal:
berupa gangguan/ kerusakan yang mengenai jaringan ginjal sendiri, misal:
kerusakan akibat penyakit diabetes mellitus
(diabetic nephropathy),
hipertensi (hypertensive
nephropathy), penyakit sistem kekebalan tubuh seperti SLE (Systemic Lupus Erythematosus),
peradangan, keracunan obat, kista dalam ginjal, berbagai gangguan aliran darah
di dalam ginjal yang merusak jaringan ginjal, dll.
3. Penyebab
post renal:
berupa gangguan/ hambatan aliran keluar (output)
urin sehingga terjadi aliran balik urin ke arah ginjal yang dapat menyebabkan
kerusakan ginjal, misal: akibat adanya sumbatan atau penyempitan
pada saluran pengeluaran urin antara ginjal sampai ujung saluran kencing.
Contoh: adanya batu pada ureter sampai urethra, penyempitan akibat saluran
tertekuk penyempitan akibat pembesaran kelenjar prostat, tumor, dll.
D. Klasifikasi
Klasifkasi
penyakit gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat penyakit
dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi
atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockeroft-Gault sebagai berikut:
LFG
(ml/mnt/1,73m2) = (140 –
umur) x berat badan
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*)
pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi
Penyakit Ginjal Kronis atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat/ Stadium
|
Penjelasan
|
LFG (ml/mnt/1,73m2)
|
1
|
Kerusakan
ginjal dengan LFG normal atau ↑
|
>
90
|
2
|
Kerusakan
ginjal dengan LFG ↓ ringan
|
60 – 89
|
3
|
Kerusakan
ginjal dengan LFG ↓ sedang
|
30 – 59
|
4
|
Kerusakan
ginjal dengan LFG ↓ berat
|
15 – 29
|
5
|
Gagal
ginjal
|
< 15 atau dialysis
|
Stadium 1:
Kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 atau lebih). Kerusakan pada
ginjal dapat dideteksi sebelum LFG mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit
ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan GGK dan
mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Stadium 2:
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada LFG (60-89). Saat
fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan GGK
kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi risiko masalah kesehatan lain.
Stadium 3:
Penurunan lanjut pada LFG (30-59). Saat
GGK sudah berlanjut pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin
umum. Kita sebaiknya bekerja sama dengan dokter untuk mencegah atau mengobati
masalah ini.
Stadium 4:
Penurunan berat pada LFG (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi
GGK dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal.
Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis,
kita akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah
dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis
peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita
ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
Stadium 5:
Kegagalan ginjal (LFG di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja
cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau
pencangkokan ginjal.
E. Manifestasi
Klinis
1. Perubahan
berkemih
Pada stadium awal gagal ginjal, poliuria dan
nukturia tampak jelas karena ginjal tidak mampu memekatkan urin, khususnya di
malam hari. Berat jenis urin secara bertahap menetap pada nilai di sekitar
1,010 (konsentrasi osmolar plasma) yang mencerminkan ketidakmampuan ginjal
untuk mengencerkan atau memekatkan urin.
2. Gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa.
Peningkatan retensi cairan menyebabkan penurunan
ekskresi urin. Keparahan gejala bergantung pada tingkat kelebihan cairan. Dapat
terjadi edema dan hipertensi. Kelebihan cairan pada akhirnya dapat menyebabkan edema
paru, dan efusi perikardium serta efusi pleura. Pada keadaan ini terdapat pula
sejumlah gangguan keseimbangan elektrolit yang disebabkan oleh disfungsi
ginjal. Ekskresi natrium akan terganggu dan retensi natrium terjadi bersama
dengan retensi air.
3. Sindrom
uremia
Ginjal merupakan organ yang bertanggung jawab untuk
ekskresi ureum yaitu produk akhir metabolism protein. Pada gagal ginjal terjadi
peningkatan ureum dan kreatinin dimana kenaikan kadar kreatinin serum merupakan
indikator terbaik untuk menunjukkan gagal ginjal. Retensi ureum dan kreatinin
mempengaruhi semua sistem tubuh dan keadaan ini disebut sindrom uremia.
4. Gangguan
kardiovaskuler
Hipertensi merupakan gangguan kardiovaskuler yang
paling sering terjadi dan bertanggung jawab atas percepatan penyakit aterosklerosis
vaskuler, hipertrofi ventrikel kiri, dan gagal jantung kongesif. Hal tersebut
merupakan penyebab utama kematian pada pasien gagal ginjal kronik.
5. Gangguan
pernafasan
Dispnea akibat kelebihan cairan, edema paru,
pleuritis uremia, dan efusi pleura sering ditemukan pada pasien gagal ginjal.
6. Gangguan
neurologi
Perubahan neurologi dapat berkisar dari keletihan
dan kesulitan konsentrasi hingga kejang, stupor, dan koma. Neuropati perifer
juga terjadi dan pasien mengeluh restless
leg syndrome dan parestesia (rasa terbakar) pada kedua kaki.
7. Gangguan
metabolik dan endokrin
Gagal ginjal dikaitkan dengan beberapa gangguan
metabolik dan endokrin. Gangguan ini meliputi: hiperglikemia, hiperinsulinemia,
abnormalitas uji toleransi glukosa, dan hiperlipidemia.
8. Disfungsi
hematologi dan imunologi
Anemia merupakan manifestasi klinis yang sering
ditemukan karena gagal ginjal menyebabkan gangguan produksi eritropoietin yang
diperberat oleh abnormalitas trombosit. Anemia mengakibatkan kemunduran keadaan
umum pasien dan menjadi penyebab primer hipertrofi ventrikel kiri pada gagal
ginjal kronis. Sel darah putih juga mengalami perubahan karena retensi ureum,
yang menyebabkan imunodefisiensi sehingga pasien lebih rentan terhadap infeksi.
Meskipun jumlah trombosit normal, fungsinya menjadi abnormal karena uremia,
sehingga timbul kecendrungan perdarahan.
9. Gangguan
gastrointestinal
Anoreksia, mual, dan muntah menyertai gagal ginjal
dan menyebabkan penurunan berat badan dan malnutrisi yang dialami oleh banyak
pasien. Setiap bagian sistem gastrointestinal terpengaruh akibat inflamasi
mukosa yang disebabkan oleh kadar ureum berlebih. Stomatitis, ulserasi oral,
rasa logam dalam mulut, dan fetor uremia (bau nafas uremik, seperti bau buah)
umumnya ditemukan. Selain itu, perdarahan gastrointestinal, diare, dan atau
konstipasi dapat pula terjadi karena retensi produk uremia.
10. Gangguan
muskuloskeletal
Gagal ginjal mengganggu proses pengaktifan vitamin
D. Vitamin D aktif diperlukan dalam saluran cerna untuk membantu absorpsi
kalsium. Pada GGK, keadaan ini mengakibatkan hipokalsemia. Hormon paratiroid
(PTH) kemudian disekresikan untuk mengimbangi sekresi hormon paratiroid
merangsang demineralisasi tulang sehingga kalsium terlepas dari tulang untuk
menaikkan kadar kalsium serum. Fosfat juga dilepaskan oleh tulang, yang
memperberat keadaan hiperfosfatemia yang sudah terjadi. Kerja hormon paratiroid
pada tulang menyebabkan osteodistrofi ginjal yaitu suatu sindrom perubahan
skeletal yang terjadi pada penyakit ginjal kronis.
11. Gangguan
integumen
Perubahan paling mencolok pada pasien yang mengalami
penurunan fungsi ginjal adalah perubahan warna kulit menjadi kuning kusam
karena absorpsi dan retensi pigmen urin. Kulit juga menjadi pucat (karena
anemia), dan kering serta bersisik Karena penurunan aktivitas kelenjar minyak
dan keringat. Pruritus terjadi karena peningkatan kadar ureum dan deposit
kalsium-fosfat dalam kulit. Rasa gatal begitu hebat sehingga menyebabkan
perdarahan atau infeksi sekunder akibat garukan. Rambut kering serta rapuh dan
kuku tipis dan beralur. Pada akhirnya dapat terjadi petekia dan ekimosis yang
disebabkan oleh abnormalitas trombosit.
12. Disfungsi
reproduksi
Fungsi
reproduksi normal juga berubah pada gagal ginjal. Hormon pria dan wanita
menurun dan mereka mengalami penurunan libido serta masalah infertilitas
(Chang, dkk., 2010).
F.
Evaluasi
Diagnostik
1.
Pemeriksaan
darah bertujuan untuk menguji penurunan fungsi ginjal, menunjukkan kenaikan
kadar nitrogen, kreatinin, natrium, dan kalium urea; kadar pH dan bikarbonat
turun; dan kadar Hb dan Ht rendah.
2.
Uji
pembersihan kreatinin bertujuan untuk menguji penurunan fungsi ginjal, menunjukkan
deteriorasi perlahan-lahan pada fungsi ginjal.
3.
Biopsy
ginjal bertujuan untuk menentukan sel jaringan untuk memungkinkan identifisasi
hitologis pada patologi mendasar.
4.
X-Ray
pada ginjal atau abdomen, CT-Scan pada ginjal, MRI, atau USG menunjukkan ukuran
ginjal mengecil.
5.
Gravitasi
khusus urin menjadi tepat pada 1,010; urinalisasis bisa menunjukkan
proteinuria, glikosuria, eritrosit, leukosit, dan warna lain, tergantung pada
penyebabnya.
G. Patofisiologi
Penyakit
gagal ginjal kronik disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus,
glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi yang tidak terkontrol,
infeksi, medikasi dan agen toksik sehingga menyebabkan fungsi renal menurun,
produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan kedalam urine)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak tertimbun produk sampah maka gejala akan semakin berat. Gangguan
klirens renal muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Menurunnya filtrasi glomerulus akibat
tidak berfungsinya glomeruli klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin
akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Selain
itu, ginjal juga tidak mampu untuk mengkosentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir. Respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi
sehingga natrium dan cairan tertahan ditubuh sehingga miningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongesif, dan hipertensi.
Selain
itu dengan semakin berkembangnya penyakit ginjal, terjadi asidosis metabolik
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresi muatan asam (H+). Selain
itu anemia juga sering terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defesiensi nutrisi dan kecenderungan
terjadinya perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritropoetin merupakan suatu subtansi normal yang diproduksi
oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan sesak nafas (Smeltzer & Bare, 2002).
H.
Asuhan
keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK)
A. Pengkajian
1.
Identitas
klien
2.
Identitas
penanggung jawab
3.
Riwayat
kesehatan masa lalu
a.
Penyakit
yang pernah diderita
b.
Kebiasaan
buruk: menahan BAK, minum bersoda
c.
pembedahan
4.
Riwayat
kesehatan sekarang
a.
Keluhan
utama: nyeri, pusing, mual, muntah
5.
Pemeriksaan
fisik
a.
Umum:
Status kesehatan secara umum
b.
Tanda-tanda
vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
c.
Pemeriksaan
fisik
Teknik
pemeriksaan fisik
1)
Inspeksi
a)
Kulit dan
membran mukosa
Catat
warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.
Kulit
dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan
anemia. Tekstur kulit tampak kasar atau kering. Penurunan turgor merupakan
indikasi dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan penumpukan cairan.
b)
Mulut
Stomatitis,
nafas bau amonia.
c)
Abdomen
Klien
posisi telentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya masa atau pembengkakan,
kulit mengkilap atau tegang.
d) Meatus urimary
Laki-laki:
posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan memakai sarung tangan untuk
membuka meatus urinary. Wanita: posisi dorsal rekumben, litotomi, buka labia
dengan memakai sarung tangan.
2)
Palpasi
a)
Ginjal
Ginjal
kiri jarang teraba, meskipun demikian usahakan untuk mempalpasi ginjal untuk
mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan palpasi bila ragu karena akan
merusak jaringan.
§ Posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan
§ Letakkan tangan kiri di bawah abdomen antara tulang iga dan spina
iliaka. Tangan kanan dibagian atas. Bila mengkilap dan tegang, indikasi retensi
cairan atau ascites, distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Bila kemerahan,
ulserasi, bengkak, atau adanya cairan indikasi infeksi. Jika terjadi pembesaran
ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang serius.
Pembesaran kedua ginjal indikasi polisistik ginjal. Tenderness/ lembut pada
palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal kronik. Ketidaksimetrisan
ginjal indikasi hidronefrosis.
§ Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara
tangan kiri mendorong ke atas.
§ Lakukan hal yang sama untuk ginjal di sisi yang lainnya.
b)
Kandung
kemih
Secara
normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi ditensi urin.
Palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilikus. Jika kandung kemih
penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
3)
Perkusi
a)
Ginjal
§ Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
§ Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostavertebral
(CVA), lakukan perkusi di atas telapak tangan dengan menggunakan kepalan tangan
dominan.
§ Ulangi prosedur pada ginjal di sisi lainnya. Tenderness dan nyeri
pada perkusi merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
b)
Kandung
kemih
§ Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume
urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi
sampai setinggi umbilikus.
§ Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas region
suprapubic.
4)
Auskultasi
Gunakan
diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut kostovertebral dan
kuadran atas abdomen. Jika terdengan bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen
dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal
(stenosis arteri ginjal).
J. Diagnosa dan Intervensi
a) Kelebihan volume
cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi
cairan dan natrium.
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria
hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output.
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Kaji
status cairan dengan menimbang berat badan perhari, keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher, dan tanda-tanda
vital.
b.
Batasi
masukan cairan
c.
Jelaskan
pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.
d.
Bantu
pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
e.
Tingkatkan
dan dorong hygiene oral dengan sering.
|
a.
Pengkajian
merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
b.
Pembatasan
cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin, dan respon terhadap
terapi.
c.
Pemahaman
meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d.
Kenyamanan
pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
e.
Hygiene
oral mengurangi kekeringan membrane mukosa mulut.
|
b) Resiko
tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan volume
sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan: klien dapat
mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria Hasil:
1) TD
dan HR dalam batas normal
2) Nadi
perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi
|
Rasional
|
a. Auskultasi
bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema perifer/kongesti vaskuler
b. Kaji
adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan postural saat berbaring,
duduk dan berdiri
c. Kaji
adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah berkurang dengan
inspirasi dalam dan posisi telentang
d. Evaluasi
nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan mental
e. Kaji
tingkat dan respon thdp aktivitas
Kolaborasi
a. Awasi
hasil laboratorium : Elektrolit (Na, K, Ca, Mg), BUN, creatinin)
b. Siapkan
dialysis
|
a. S3/S4
dengan tonus meffled, takikardia, frekuensi jantung teratur, dipsnea,
gemerisik, mengi dan edema
b. Hipertensi
bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron renin
angiotensin (disebabkan oleh fungsi ginjal)
c. Hipertensi
dan GJK kronik dapat menyebabkan IM, kurang lebih pasien GGK dengan dialisis
mengalami perikarditis
d. Adanya
hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penympitan nadi, penurunan/ tidak
adanya nadi perifer, penyimpangan mental cepat menunjukkan tamponade
e. Kelalahan
dapat menyertai GJK juga anemia
a. Ketidakseimbangan
dapat menggangu konduksi elektrikal dan fungsi jantung
b. Penurunan
ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan kelebihan
cairan
|
c)
Risiko
perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan:
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria
hasil: menunjukkan berat badan yang stabil.
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Awasi
konsumsi makanan /cairan
b.
Perhatikan
adanya mual dan muntah
c.
Berikan makanan sedikit tapi sering
d.
Tingkatkan
kunjungan oleh orang terdekat selama makan
e.
Berikan
perawatan mulut sering
|
a.
Mengidentifikasi
kekurangan nutrisi
b.
Gejala
yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan
pemasukan dan memerlukan intervensi
c.
Porsi
lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d.
Memberikan
pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e.
Menurunkan
ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan
|
d) Risiko
tinggi kerusakan integritas kulit terhadap gangguan status metabolik, sirkulasi
( anemia dan iskemia jaringan) dan sensasi
Tujuan: Mempertahankan
kulit
Kriteria Hasil:
Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan /cedera kulit
Intervensi
|
Rasional
|
a. Inspeksi
kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular. Perhatikan kemerahan,
ekskoriasi.
b. Pantau
masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.
c. Inspeksi
area tergantung terhadap edema.
d. Berikan
perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Beri salep atau krim.
e. Pertahankan
linen kering dan bebas keriput
|
a. Menandakan
area sirkulasi buruk/ kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/
infeksi
b. Mendeteksi
area dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan
integritas jaringan pada tingkat seluler
c. Jaringan
edema cenderung rusak/ robek
d. Soda
kue dengan tepung, mandi menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan dari
sabun. Salep atau krim mungkin diinginkan untuk mengurangi kering robekan
kulit
e. Menurunkan
iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
|
e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat
ditoleransi.
Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam meningkatkan
tingkat aktivitas dan latihan.
Intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan; anemia, ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, retensi produk sampah, depresi.
b. Tingkatkan kemandirian dalam
aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi; bantu jika keletihan
terjadi.
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
d. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
|
a. Menyediakan informasi tentang indikasi tingakt keletihan.
b. Meningkatkan aktivitas ringan/ sedang dan memperbaiki harga diri.
c. Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi
dan istirahat yang adekuat.
d. Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialysis, yang bagi banyak
pasien sangat melelahkan.
|
f) Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis berhubungan dengan kurang terpajan,
salah interprestasi imformasi
Tujuan : Meningkatkan
pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.
Kriteria Hasil:
Menunjukkan/ melakukan pola hidup yang benar
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Kaji ulang pengetahuan klien
tentang proses penyakit/ prognosis.
b. Kaji
ulang pembatasan diet, fosfat, dan Mg.
c. Kaji
ulang tindakan mencegah perdarahan : sikat gigi halus.
d. Buat
program latihan rutin, kemampuan dalam toleransi aktivitas.
e.
Identifikasi tanda dan gejala
yang memerlukan evaluasi medik segera, seperti: demam, menggigil, perubahan
urin/ sputum, edema, ulkus, kebas, spasme pembengkakan sendi, pe↓ ROM, sakit
kepala, penglihatan kabur, edema.
|
a.
Memberikan
dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan imformasi.
b.
Pembatasan
fosfat meransang kelenjar paratiroid untuk pergeseran kalsium dan tulang.
c.
Menurunkan
resiko sehubungan dengan perubahan pembekuan/ penurunan jumlah trombosit.
d.
Membantu
dalam mempertahankan tonus otot dan kelenturan sendi.
e.
Depresi
sistem imun, anemia, malnutrisi, dan semua meningkatkan resiko infeksi.
|
K. Penatalaksanaan
Medis dan Keperawatan
Penatalaksanaan Medis
1.
Hemodialisa
·
Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo=darah,dan
dialisa=pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan darah
berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu
membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat
tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya
air atau zat, bahan melalui membran semi permeabel ( Pardede, 1996 ).
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi
sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen,
urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi
proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Setyawan, 2001).
·
Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa
mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea,
kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer
tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar
elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
·
Proses Hemodialisa
Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama
seperti berikut :
a) Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut
karena perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi
perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam
dialisat.
b) Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya
air dan bahan terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan
dialisat.
c) Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air
karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta,
1996 ).
·
Frekuensi Hemodialisa.
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal
yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3
kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1 ) Penderita kembali menjalani hidup normal.
2 ) Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3 ) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4 ) Tekanan darah normal.
5 ) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif (
Medicastore.com, 2006 )
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka
panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum
penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa
dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal
kembali normal.
2. Obat-obatan
Diuretik untuk
meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia, anti
hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi
produksi RBC seperti apoetin alfa bila terjadi anemia.
3.
Transplantasi
Ginjal
Transplantasi ginjal
telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan panyakit renal tahap
akhir. Pasien memilih transplantasi ginjal dengan berbagai alasan, seperti
keinginan untuk menghindari dialisis atau untuk memperbaiki perasaan sejahtera,
dan harapan untuk hidup secara lebih normal. Selain itu, biaya transplantasi
ginjal yang sukses dibandingkan dialisis adalah sepertiganya
Penatalaksanaan
Keperawatan
1.
Penanganan
hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit
merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut, hiperkalemia merupakan kondisi
yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau
akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum
(nilai kalium > 5,5 mEq/L, SI: 5,5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak
gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis.
Peningakatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin
(Natrium polistriten sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi
enema.
2.
Mempertahankan
keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan
didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi
urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien.
Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses,
drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantian cairan.
- Komplikasi
Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis menyebabkan berbagai macam
komplikasi .
- Hiperkalemia,
yang diakibatkan karena adanya penurunan ekskresi asidosis metabolic, Perikardistis
efusi pericardial dan temponade jantung.
- Hipertensi
yang disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi system renin
angioaldosteron.
- Anemia
yang disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah
merah, dan pendarahan gastrointestinal akibat iritasi.
- Penyakit
tulang. Hal ini disebabkan retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
- Retensi
cairan, yang dapat menyebabkan pembengkakan pada lengan dan kaki, tekanan
darah tinggi, atau cairan di paru-paru (edema paru)
- Kerusakan
permanen pada ginjal (stadium akhir penyakit ginjal), akhirnya ginjal
membutuhkan dialysis atau transplantasi ginjal untuk bertahan hidup
- Pencegahan
Gagal Ginjal
Supaya terhindar dari penyakit gagal ginjal, harus
melakukan pencegahan sebagai berikut :
a. Olah
Raga.
b.
Berhenti merokok.
c.
Mengurangi makanan berlemak.
d.
Menurunkan berat badan.
e.
Mengkonsumsi air putih dan menghindari konsumsi obat kimia.
f.
Variasikan Konsumsi Makanan.
h. Jangan
Menahan BAK.
BAB III
KASUS
A. Uraian
Kasus
Ny. S 45 tahun masuk ke Rumah Sakit RSUD
Arifin Achmad karena penyakit ginjal yang dialaminya yang diawali dengan sakit
pinggang. Keluarga klien mengatakan klien mengalami hal ini sejak 3 tahun yang
lalu, klien awalnya mengira hanya penyakit biasa saja sehingga klien hanya
membeli obat diwarung/ jamu untuk mengurangi rasa sakit terhadap penyakitnya
tersebut, klien juga tidak pernah memeriksakan keadaannya ke rumah sakit.
Keluarga juga mengatakan klien mempunyai riwayat hipertensi yang sudah lama
dideritanya. Kondisi klien semakin lama semakin memburuk sehingga keluarga
membawa klien kerumah sakit. Selain itu keluarga juga mengatakan bahwa
akhir-akhir ini pasien BAK dengan jumlah yang sedikit. Hasil pemeriksaan labor
didapatkan Ureum 380 mg/ dl, Kreatinin 15 dan Hb 6,2 mg/dl, SGOT 19, SGPT 30.
Dilakukan pemeriksaan USG pada kedua ginjal didapatkan kedua ginjal tampak
mengecil. Saat ini klien mengeluh mual sehingga tidak nafsu makan dan juga
sering mengalami muntah, tubuh klien terlihat lemah, pucat, kulit kering dan
bersisik, klien sering menggaruk bagian tubuhnya karena rasa gatal (pruritus)
dan perut membesar dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/70 mmHg,
nadi 70 x/menit, suhu 36,60 C, pernafasan 24 x/menit.
B. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1)
Identitas klien
Nama : Ny. S
Umur : 45
tahun
2)
Keluhan utama
Klien mengeluh sakit
pinggang, BAK akhir-akhir ini dalam jumlah sedikit, perut membesar, mual dan
muntah sehingga tidak nafsu makan, gatal pada kulit.
3)
Riwayat penyakit
terdahulu
Klien
mempunyai riwayat hipertensi yang sudah lama
dideritanya dan sakit pinggang sejak 3 tahun yang lalu.
4)
Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada
riwayat penyakit keluarga.
b.
Pemeriksaan fisik
1)
Perut klien tampak
membesar
2)
Klien terlihat pucat
dan lemah
3)
Kulit kering dan
bersisik
4)
Kesadaran klien compos
mentis
5)
TTV : Tekanan darah
100/70 mmHg, nadi 70 x/menit, suhu 36,60 C, pernafasan 24 x/menit.
c. Pemeriksaan
Penunjang
Ureum 380 mg/ dl
(N: 20-40 mg/ dl)
Kreatinin 15 (N:
0,5-1,5 mg/ dl)
Hb 6,2 mg/dl (N:
12-152 mg/dl)
SGOT 19 (N:
<21)
SGPT 30 (N:
<23)
Hasil USG : Pada
kedua ginjal didapatkan kedua ginjal tampak mengecil
C. Analisa
Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
Keperawatan
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1.
2.
3.
4.
|
DO:
- Perut
klien terlihat membesar
- Hasil
labor menunjukkan ureum ↑ 380 mg/ dl (normalnya 20-40 mg/ dl)
- Kreatinin
↑ 15 (normalnya 0,5-1,5 mg/ dl)
- SGOT
19 (N: <21)
- SGPT
30 (N: <23)
- Hasil
USG : Pada kedua ginjal didapatkan kedua ginjal tampak mengeci
DS:
- Keluarga
mengatakan bahwa akhir-akhir ini pasien BAK dengan jumlah yang sedikit
DO:
- Pasien
terlihat lemah dan pucat
- TD:
100/70 mmHg
- Nadi
70x/menit
- Hb:
6,2 mg/dl
DS:
- Keluarga
mengatakan bahwa klien tidak nafsu makan.
- Klien
mengeluh sakit pinggang
DO:
- Klien
terlihat lemah, mual dan muntah
DS:
- Keluarga
mengatakan klien tidak nafsu makan
DO:
- Klien
terlihat sering manggaruk bagian tubuhnya.
DS:
- Klien
mengatakan sering mengalami gatal-gatal pada bagian tubuh tertentu.
|
Riwayat penyakit (Hipertensi)
Suplay
darah ke ginjal ↓
Fungsi
ginjal ↓
Retensi
Natrium dan air
Kelebihan
volume cairan
Riwayat
penyakit (Hipertensi)
Sekresi
eritropoetin ↓
Produksi
Hb ↓
Suplay
oksigen ↓
Intoleransi
aktivitas
Riwayat
penyakit (Hipertensi)
Fungsi
renal ↓
Terjadi
uremia
Gangguan
keseimbangan asam basa
Produksi
asam ↑
Asam
lambung ↑
Mual
muntah
Risiko
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
Riwayat
penyakit (Hipertensi)
Suplay
darah ke ginjal ↓
Fungsi
ginjal ↓
Uremia
Terjadi
pruritus
Respon
mengaruk dari klien
Gangguan
integritas kulit
|
Kelebihan volume
cairan
Intoleransi aktivitas
Risiko gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan integritas
kulit
|
D. Diagnosa
dan intervensi keperawatan beserta rasional
No.
|
Diagnosa
|
Tujuan/kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
|
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
Intoleraksi aktivitas b.d keletihan, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur dialisis
Risiko perubahan nutrisi:
kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, mual muntah, perubahan membrane mukosa
mulut
Gangguan integritas kulit
b.d pruritus
|
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria
hasil:
tidak ada edema, keseimbangan antara input
dan output.
Tujuan:
Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria Hasil:
Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan.
Tujuan:
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil:
Menunjukkan berat badan yang stabil.
Tujuan:
Mempertahankan
kulit
Kriteria Hasil:
Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan /cedera kulit
|
a.
Kaji
status cairan dengan menimbang berat badan perhari, keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher, dan tanda-tanda
vital.
b.
Batasi
masukan cairan
c.
Jelaskan
pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.
d.
Bantu
pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
e. Tingkatkan dan
dorong hygiene oral dengan sering.
f. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan; anemia, ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, retensi produk sampah, depresi.
a. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi; bantu jika keletihan terjadi.
b. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
c. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
d. Inspeksi
kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular. Perhatikan kemerahan,
ekskoriasi.
e. Pantau
masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.
a.
Awasi
konsumsi makanan /cairan
b.
Perhatikan
adanya mual dan muntah
c.
Berikan
makanan sedikit tapi sering
d.
Tingkatkan
kunjungan oleh orang terdekat selama makan
e. Berikan perawatan
mulut sering
a. Inspeksi kulit
terhadap perubahan warna, trgor, vascular. Perhatikan kemerahan, ekskoriasi.
b. Pantau masukan
cairan dan hidrasi kulit dan membrane mukosa.
c. Berikan perawatan
kulit. Batasi penggunaan sabun. Beri salep atau krim.
d. pertahankan linen
kering dan bebas keriput.
|
a.
Pengkajian
merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
b.
Pembatasan
cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin, dan respon terhadap
terapi.
c.
Pemahaman
meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d.
Kenyamanan
pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
e.
Hygiene
oral mengurangi kekeringan membrane mukosa mulut.
f. Menyediakan informasi tentang indikasi tingakt keletihan.
a. Meningkatkan aktivitas ringan/ sedang dan memperbaiki harga diri.
b. Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi
dan istirahat yang adekuat.
c. Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialysis, yang bagi banyak
pasien sangat melelahkan.
d. Menandakan
area sirkulasi buruk/ kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/
infeksi
e. Mendeteksi
area dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan
integritas jaringan pada tingkat seluler
a.
Mengidentifikasi
kekurangan nutrisi
b.
Gejala
yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan
pemasukan dan memerlukan intervensi
c.
Porsi
lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d.
Memberikan
pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e.
Menurunkan
ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan
a. Menandakan area sirkulasi buruk/ kerusakan
yang dapat menimbulkan dekubitus atau infeksi
b. Mendeteksi area dehidrasi atau hidrasi
berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat
seluler.
c. Soda kue dengan tepung, mandi menurunkan
gatal dan mengurangi pengeringan dari sabun. Salep atau krim mungkin
diinginkan untuk mengurangi kering, robekan kulit
d. menurunkan iritasi dermal dan resiko
kerusakan kulit.
a
|
E. Web
of Caution Kasus
Riwayat penyakit ( Hipertensi )
Suplay
darah ke ginjal
Fungsi ginjal
Retensi Natrium
dan air Uremia Sekresi
eritropoetin
Kelebihan Volume Cairan Produksi Hb
Gangguan keseimbangan Pruritus Suplai oksigen
asam basa
Produksi asam Respon menggaruk Intoleransi
aktifitas
Asam lambung Gangguan
integritas Kulit
Mual muntah
Resiko
gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan
F. Penatalaksanaan
Farmakologi dan Non Farmakologi
1. Penatalaksanaan
Farmakologi
Pasien GGK memerlukan sejumlah obat
untuk mengendalikan gejala yang menyertai disfungsi ginjal. Obat ini meliputi:
preparat antihipertensi, pengikat fosfat berbasis-kalsium seperti kalsium
bikarbonat; natrium (atau kalsium) polistiren sulfonat (Resonium), resin
penukar-kation; dan vitamin D (Calcitriol).
Pada gagal ginjal dapat terjadi
kelambatan atau penurunan eliminasi obat yang menimbulkan penumpukan obat di dalam
tubuh. Diperlukan penyesuaian takaran obat dan frekuensi pemberian. Obat yang
perlu mendapat perhatian khusus meliputi digoksin, gentamisin, vankomisin, dan
opiat. Petidin tidak boleh diberikan kepada pasien GGK karena dapat bertumpuk
dalam tubuh dan menimbulkan kejang (Chang, dkk., 2010).
2. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
Penatalaksanaan
diet
Tujuan penatalaksanaan diet pada GGK
adalah mempertahankan status nutrisi meski asupan protein, kalium, garam, dan
fosfat dibatasi dalam diet. Pembatasan protein harus dilakukan secara hati-hati
untuk menghindari malnutrisi kendati tindakan ini dapat memperlambat penurunan
GFR. Diet gagal ginjal harus mendapat energi yang cukup dari karbohidrat dan
lemak untuk mengurangi katabolisme protein tubuh dan mempertahankan berat
badan. Asupan cairan biasanya dibatasi sebesar 500 mL ditambah jumlah haluaran
urin pada hari sebelumnya. Pembatasan natrium dan kalium bergantung pada
kemampuan fungsi ginjal untuk mengekskresikan elektrolit ini. Umumnya, natrium
dibatasi untuk mencegah edema dan hipertensi, dan makanan tinggi kalium (mis.,
beberapa buah dan sayuran, cokelat) harus dihindari. Akhirnya, makanan tinggi
fosfat, seperti berbagai produk susu (mis., susu, es krim, keju, yoghurt) juga
harus dibatasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito,
Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa
Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.
Chang,
dkk,. (2010). Patofisiologi Aplikasi pada
Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hinchliff, Sue.
(1999). Kamus Keperawatan Edisi 17.
Jakarta: EGC.
Pearce, Evelyn G.
(2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Price
& Wilson. (2006). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 2. Jakarta: EGC.
Purnomo, B. (2003). Dasar–Dasar Urologi.
Jakarta: Sagung Seto.
Smeltzer
& Bare. (2002). Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.
Sudoyo,
dkk,. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 2 Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing.
Syaifuddin. (2011). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa
Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.