Rabu, 03 April 2013

Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) / Kro


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Anatomi ginjal
1.      Ginjal
Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostasis dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam-basa, ekskresi sisa metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal dan metabolisme. Ginjal terletak dalam rongga abdomen retroperitoneal kiri dan kanan kolumna vertebralis, dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat dibelakang peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke-11 dan ginjal kanan setinggi iga ke-12, sedangkan batas bawah setinggi vertebralis lumbalis ke-3.
2.      Struktur ginjal
Ginjal terdiri atas:
a.       Medulla (bagian dalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis, jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap kesinus renalis.
b.      Korteks (bagian luar): subtansi kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak, dan bergranula. Subtansi tepat dibawah fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis. Bagian dalam diantara piramid dinamakan kolumna renalis.
3.      Pembungkus ginjal
Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula adiposa (peritonel feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal memanjang melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup oleh lamina khusus dari fasia subserosa yang disebut fasia renalis yang terdapat diantara lapisan dalam dari fasia profunda dan stratum fasia subserosa internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi dua.
a.       Lamella anterior atau fasia prerenalis.
b.      Lamella posterior atau fasia retrorenalis.
4.      Struktur makroskopis ginjal
Satuan fungsional ginjal disebut juga dengan nefron, mempunyai + 1,3 juta. Selama 24 jam nefron dapat menyaring 170 liter darah. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada renal piramid masing-masing membentuk simpul yang terdiri atas satu badan malpigi yang disebut glomerulus.

5.      Bagian-bagian dari nefron
a.       Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak didalam kapsula bowman menerima darah dari arteriole aferen dan meneruskan ke sistem vena melalui arteriol aferen. Natrium secara bebas difiltrasi ke dalam glomerulus sesuai dengan kosentrasi dalam plasma. Kalium juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-20% dari kalium plasma terikat oleh protein dalam keadaan normal.
b.      Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman dengan panjang 15 mm dan diameter 55 .Bentuknya berkelok-kelok berjalan dari korteks ke bagian medulla lalu kembali ke korteks, sekitar 2/3 dari natrium yang terfiltrasi akan diabsorbsi secara isotonik bersama klorida. Proses ini melibatkan transport aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium akan mengurangi pengeluaran air dan natrium.
c.       Lengkung Henle (ansa henle)
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke segmen tebal, panjangnya 12 mm, total panjangnya ansa henle 2-14 mm. Klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asendens gelung henle dan natrium bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.
d.      Tubulus distal konvulta
Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan letaknya jauh dari kapsula bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dimasing-masing nefron bermuara ke duktus kolingetis yang panjangnya 20 mm.
e.       Duktus kolingetis medulla
Saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus ekskresi natrium urin terjadi disini dengan aldosteron yang paling berperan terhadap rearbsopsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan untuk mereabsorpsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus kolingen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.


B.     Definisi CKD
Chronic Kidney Desease (CKD) atau Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2002).
Gagal ginjal kronis (GGK) ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal secara progresif dan irreversibel dalam berbagai periode waktu, dan beberapa bulan hingga beberapa dekade. Gagal ginjal kronis terjadi karena sejumlah keadaan nefron tidak berfungsi secara permanen dan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) (Chang, dkk, 2010).

C.     Etiologi
Penyebab GGK dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
1.      Penyebab pre-renal: berupa gangguan aliran darah kearah ginjal sehingga ginjal kekurangan suplai darah menyebabkan kurang oksigen dengan akibat lebih lanjut jaringan ginjal mengalami kerusakan, misal: volume darah berkurang karena dehidrasi berat atau kehilangan darah dalam jumlah besar, berkurangnya daya pompa jantung, adanya sumbatan/ hambatan aliran darah pada arteri besar yang ke arah ginjal, dsb.
2.      Penyebab renal: berupa gangguan/ kerusakan yang mengenai jaringan ginjal sendiri, misal: kerusakan akibat penyakit diabetes mellitus (diabetic nephropathy), hipertensi (hypertensive nephropathy), penyakit sistem kekebalan tubuh seperti SLE (Systemic Lupus Erythematosus), peradangan, keracunan obat, kista dalam ginjal, berbagai gangguan aliran darah di dalam ginjal yang merusak jaringan ginjal, dll.
3.      Penyebab post renal: berupa gangguan/ hambatan aliran keluar (output) urin sehingga terjadi aliran balik urin ke arah ginjal yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal, misal: akibat adanya sumbatan atau penyempitan pada saluran pengeluaran urin antara ginjal sampai ujung saluran kencing. Contoh: adanya batu pada ureter sampai urethra, penyempitan akibat saluran tertekuk penyempitan akibat pembesaran kelenjar prostat, tumor, dll.

D.    Klasifikasi
Klasifkasi penyakit gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockeroft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/mnt/1,73m2) =    (140 – umur) x berat badan
                                         72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat/ Stadium
Penjelasan
LFG (ml/mnt/1,73m2)
1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑
> 90
2
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan
60 – 89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang
30 – 59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat
15 – 29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialysis

Stadium 1:
Kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat dideteksi sebelum LFG mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan GGK dan mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Stadium 2:
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada LFG (60-89). Saat fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan GGK kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi risiko masalah kesehatan lain.
Stadium 3:
Penurunan lanjut pada LFG (30-59). Saat GGK sudah berlanjut pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja sama dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
Stadium 4:
Penurunan berat pada LFG (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi GGK dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
Stadium 5:
Kegagalan ginjal (LFG di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.

E.     Manifestasi Klinis
1.      Perubahan berkemih
Pada stadium awal gagal ginjal, poliuria dan nukturia tampak jelas karena ginjal tidak mampu memekatkan urin, khususnya di malam hari. Berat jenis urin secara bertahap menetap pada nilai di sekitar 1,010 (konsentrasi osmolar plasma) yang mencerminkan ketidakmampuan ginjal untuk mengencerkan atau memekatkan urin.
2.      Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa.
Peningkatan retensi cairan menyebabkan penurunan ekskresi urin. Keparahan gejala bergantung pada tingkat kelebihan cairan. Dapat terjadi edema dan hipertensi. Kelebihan cairan pada akhirnya dapat menyebabkan edema paru, dan efusi perikardium serta efusi pleura. Pada keadaan ini terdapat pula sejumlah gangguan keseimbangan elektrolit yang disebabkan oleh disfungsi ginjal. Ekskresi natrium akan terganggu dan retensi natrium terjadi bersama dengan retensi air.
3.      Sindrom uremia
Ginjal merupakan organ yang bertanggung jawab untuk ekskresi ureum yaitu produk akhir metabolism protein. Pada gagal ginjal terjadi peningkatan ureum dan kreatinin dimana kenaikan kadar kreatinin serum merupakan indikator terbaik untuk menunjukkan gagal ginjal. Retensi ureum dan kreatinin mempengaruhi semua sistem tubuh dan keadaan ini disebut sindrom uremia.
4.      Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi merupakan gangguan kardiovaskuler yang paling sering terjadi dan bertanggung jawab atas percepatan penyakit aterosklerosis vaskuler, hipertrofi ventrikel kiri, dan gagal jantung kongesif. Hal tersebut merupakan penyebab utama kematian pada pasien gagal ginjal kronik.
5.      Gangguan pernafasan
Dispnea akibat kelebihan cairan, edema paru, pleuritis uremia, dan efusi pleura sering ditemukan pada pasien gagal ginjal.
6.      Gangguan neurologi
Perubahan neurologi dapat berkisar dari keletihan dan kesulitan konsentrasi hingga kejang, stupor, dan koma. Neuropati perifer juga terjadi dan pasien mengeluh restless leg syndrome dan parestesia (rasa terbakar) pada kedua kaki.
7.      Gangguan metabolik dan endokrin
Gagal ginjal dikaitkan dengan beberapa gangguan metabolik dan endokrin. Gangguan ini meliputi: hiperglikemia, hiperinsulinemia, abnormalitas uji toleransi glukosa, dan hiperlipidemia.
8.      Disfungsi hematologi dan imunologi
Anemia merupakan manifestasi klinis yang sering ditemukan karena gagal ginjal menyebabkan gangguan produksi eritropoietin yang diperberat oleh abnormalitas trombosit. Anemia mengakibatkan kemunduran keadaan umum pasien dan menjadi penyebab primer hipertrofi ventrikel kiri pada gagal ginjal kronis. Sel darah putih juga mengalami perubahan karena retensi ureum, yang menyebabkan imunodefisiensi sehingga pasien lebih rentan terhadap infeksi. Meskipun jumlah trombosit normal, fungsinya menjadi abnormal karena uremia, sehingga timbul kecendrungan perdarahan.
9.      Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, mual, dan muntah menyertai gagal ginjal dan menyebabkan penurunan berat badan dan malnutrisi yang dialami oleh banyak pasien. Setiap bagian sistem gastrointestinal terpengaruh akibat inflamasi mukosa yang disebabkan oleh kadar ureum berlebih. Stomatitis, ulserasi oral, rasa logam dalam mulut, dan fetor uremia (bau nafas uremik, seperti bau buah) umumnya ditemukan. Selain itu, perdarahan gastrointestinal, diare, dan atau konstipasi dapat pula terjadi karena retensi produk uremia.
10.  Gangguan muskuloskeletal
Gagal ginjal mengganggu proses pengaktifan vitamin D. Vitamin D aktif diperlukan dalam saluran cerna untuk membantu absorpsi kalsium. Pada GGK, keadaan ini mengakibatkan hipokalsemia. Hormon paratiroid (PTH) kemudian disekresikan untuk mengimbangi sekresi hormon paratiroid merangsang demineralisasi tulang sehingga kalsium terlepas dari tulang untuk menaikkan kadar kalsium serum. Fosfat juga dilepaskan oleh tulang, yang memperberat keadaan hiperfosfatemia yang sudah terjadi. Kerja hormon paratiroid pada tulang menyebabkan osteodistrofi ginjal yaitu suatu sindrom perubahan skeletal yang terjadi pada penyakit ginjal kronis.
11.  Gangguan integumen
Perubahan paling mencolok pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal adalah perubahan warna kulit menjadi kuning kusam karena absorpsi dan retensi pigmen urin. Kulit juga menjadi pucat (karena anemia), dan kering serta bersisik Karena penurunan aktivitas kelenjar minyak dan keringat. Pruritus terjadi karena peningkatan kadar ureum dan deposit kalsium-fosfat dalam kulit. Rasa gatal begitu hebat sehingga menyebabkan perdarahan atau infeksi sekunder akibat garukan. Rambut kering serta rapuh dan kuku tipis dan beralur. Pada akhirnya dapat terjadi petekia dan ekimosis yang disebabkan oleh abnormalitas trombosit.

12.  Disfungsi reproduksi
Fungsi reproduksi normal juga berubah pada gagal ginjal. Hormon pria dan wanita menurun dan mereka mengalami penurunan libido serta masalah infertilitas (Chang, dkk., 2010).

F.      Evaluasi Diagnostik
1.      Pemeriksaan darah bertujuan untuk menguji penurunan fungsi ginjal, menunjukkan kenaikan kadar nitrogen, kreatinin, natrium, dan kalium urea; kadar pH dan bikarbonat turun; dan kadar Hb dan Ht rendah.
2.      Uji pembersihan kreatinin bertujuan untuk menguji penurunan fungsi ginjal, menunjukkan deteriorasi perlahan-lahan pada fungsi ginjal.
3.      Biopsy ginjal bertujuan untuk menentukan sel jaringan untuk memungkinkan identifisasi hitologis pada patologi mendasar.
4.      X-Ray pada ginjal atau abdomen, CT-Scan pada ginjal, MRI, atau USG menunjukkan ukuran ginjal mengecil.
5.      Gravitasi khusus urin menjadi tepat pada 1,010; urinalisasis bisa menunjukkan proteinuria, glikosuria, eritrosit, leukosit, dan warna lain, tergantung pada penyebabnya.

G.    Patofisiologi
Penyakit gagal ginjal kronik disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus, glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi, medikasi dan agen toksik sehingga menyebabkan fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan kedalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah maka gejala akan semakin berat. Gangguan klirens renal muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Menurunnya filtrasi glomerulus akibat tidak berfungsinya glomeruli klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.  
Selain itu, ginjal juga tidak mampu untuk mengkosentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir. Respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi sehingga natrium dan cairan tertahan ditubuh sehingga miningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongesif, dan hipertensi.
Selain itu dengan semakin berkembangnya penyakit ginjal, terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresi muatan asam (H+). Selain itu anemia juga sering terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defesiensi nutrisi dan kecenderungan terjadinya perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin merupakan suatu subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak nafas (Smeltzer & Bare, 2002).
H.       Asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK)
A. Pengkajian
1.      Identitas klien
2.      Identitas penanggung jawab
3.      Riwayat kesehatan masa lalu
a.       Penyakit yang pernah diderita
b.      Kebiasaan buruk: menahan BAK, minum bersoda
c.       pembedahan
4.      Riwayat kesehatan sekarang
a.       Keluhan utama: nyeri, pusing, mual, muntah
5.      Pemeriksaan fisik
a.       Umum: Status kesehatan secara umum
b.      Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
c.       Pemeriksaan fisik
Teknik pemeriksaan fisik
1)      Inspeksi
a)      Kulit dan membran mukosa
Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.
Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Tekstur kulit tampak kasar atau kering. Penurunan turgor merupakan indikasi dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan penumpukan cairan.
b)      Mulut
Stomatitis, nafas bau amonia.
c)      Abdomen
Klien posisi telentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya masa atau pembengkakan, kulit mengkilap atau tegang.
d)     Meatus urimary
Laki-laki: posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan memakai sarung tangan untuk membuka meatus urinary. Wanita: posisi dorsal rekumben, litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan.
2)      Palpasi
a)      Ginjal
Ginjal kiri jarang teraba, meskipun demikian usahakan untuk mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan palpasi bila ragu karena akan merusak jaringan.
§  Posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan
§  Letakkan tangan kiri di bawah abdomen antara tulang iga dan spina iliaka. Tangan kanan dibagian atas. Bila mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan atau ascites, distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Bila kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan indikasi infeksi. Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang serius. Pembesaran kedua ginjal indikasi polisistik ginjal. Tenderness/ lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
§  Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan kiri mendorong ke atas.
§  Lakukan hal yang sama untuk ginjal di sisi yang lainnya.

b)      Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi ditensi urin. Palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilikus. Jika kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.

3)      Perkusi
a)      Ginjal
§  Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
§  Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostavertebral (CVA), lakukan perkusi di atas telapak tangan dengan menggunakan kepalan tangan dominan.
§  Ulangi prosedur pada ginjal di sisi lainnya. Tenderness dan nyeri pada perkusi merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
b)      Kandung kemih
§  Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi sampai setinggi umbilikus.
§  Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas region suprapubic.

4)      Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengan bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).

J.       Diagnosa dan Intervensi
a)      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output.

Intervensi
Rasional
a.   Kaji status cairan dengan menimbang berat badan perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher, dan tanda-tanda vital.
b.   Batasi masukan cairan


c.   Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.

d.   Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
e.   Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering.
a.   Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
b.   Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi.
c.   Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d.   Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
e.   Hygiene oral mengurangi kekeringan membrane mukosa mulut.

b)      Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan: klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria Hasil:
1)      TD dan HR dalam batas normal
2)      Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler


Intervensi
Rasional
a.    Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema perifer/kongesti vaskuler

b.    Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan postural saat berbaring, duduk dan berdiri

c.    Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah berkurang dengan inspirasi dalam dan posisi telentang

d.   Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan mental



e.    Kaji tingkat dan respon thdp aktivitas

Kolaborasi
a.    Awasi hasil laboratorium : Elektrolit (Na, K, Ca, Mg), BUN, creatinin)

b.   Siapkan dialysis
a.   S3/S4 dengan tonus meffled, takikardia, frekuensi jantung teratur, dipsnea, gemerisik, mengi dan edema
b.   Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron renin angiotensin (disebabkan oleh fungsi ginjal)
c.   Hipertensi dan GJK kronik dapat menyebabkan IM, kurang lebih pasien GGK dengan dialisis mengalami perikarditis
d.   Adanya hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penympitan nadi, penurunan/ tidak adanya nadi perifer, penyimpangan mental cepat menunjukkan tamponade
e.   Kelalahan dapat menyertai GJK juga anemia

a.   Ketidakseimbangan dapat menggangu konduksi elektrikal dan fungsi jantung
b.   Penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan kelebihan cairan



c)      Risiko perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil: menunjukkan berat badan yang stabil.

Intervensi
Rasional
a.   Awasi konsumsi makanan /cairan
b.   Perhatikan adanya mual dan muntah




c.    Berikan makanan sedikit tapi sering

d.   Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
e.   Berikan perawatan mulut sering
a.    Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b.   Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c.    Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d.   Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e.    Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

d)      Risiko tinggi kerusakan integritas kulit terhadap gangguan status metabolik, sirkulasi ( anemia dan iskemia jaringan) dan sensasi
Tujuan: Mempertahankan kulit
Kriteria Hasil: Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan /cedera kulit

Intervensi
Rasional
a.    Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular. Perhatikan kemerahan, ekskoriasi.
b.   Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.



c.    Inspeksi area tergantung terhadap edema.

d.   Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Beri salep atau krim.



e.    Pertahankan linen kering dan bebas keriput

a.    Menandakan area sirkulasi buruk/ kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/ infeksi
b.   Mendeteksi area dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler
c.    Jaringan edema cenderung rusak/ robek
d.   Soda kue dengan tepung, mandi menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan dari sabun. Salep atau krim mungkin diinginkan untuk mengurangi kering robekan kulit
e.    Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit


e)      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan.

Intervensi
Rasional
a.    Kaji faktor yang menimbulkan keletihan; anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk sampah, depresi.
b.    Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi; bantu jika keletihan terjadi.
c.    Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.



d.   Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
a.    Menyediakan informasi tentang indikasi tingakt keletihan.

b.   Meningkatkan aktivitas ringan/ sedang dan memperbaiki harga diri.

c.   Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
d.   Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialysis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan.

f)       Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis berhubungan dengan kurang terpajan, salah interprestasi imformasi
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.
Kriteria Hasil: Menunjukkan/ melakukan pola hidup yang benar

Intervensi
Rasional
a.   Kaji ulang pengetahuan klien tentang proses penyakit/ prognosis.

b.   Kaji ulang pembatasan diet, fosfat, dan Mg.


c.   Kaji ulang tindakan mencegah perdarahan : sikat gigi halus.

d.   Buat program latihan rutin, kemampuan dalam toleransi aktivitas.
e.   Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik segera, seperti: demam, menggigil, perubahan urin/ sputum, edema, ulkus, kebas, spasme pembengkakan sendi, pe↓ ROM, sakit kepala, penglihatan kabur, edema.
a.    Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan imformasi.
b.   Pembatasan fosfat meransang kelenjar paratiroid untuk pergeseran kalsium dan tulang.
c.    Menurunkan resiko sehubungan dengan perubahan pembekuan/ penurunan jumlah trombosit.
d.   Membantu dalam mempertahankan tonus otot dan kelenturan sendi.
e.    Depresi sistem imun, anemia, malnutrisi, dan semua meningkatkan resiko infeksi.


K.     Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Penatalaksanaan Medis
1.      Hemodialisa
·         Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo=darah,dan dialisa=pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permeabel ( Pardede, 1996 ).
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Setyawan, 2001).
·         Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
·         Proses Hemodialisa
Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :
a) Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.
b) Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.
c) Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta, 1996 ).

·         Frekuensi Hemodialisa.
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1 ) Penderita kembali menjalani hidup normal.
2 ) Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3 ) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4 ) Tekanan darah normal.
5 ) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com, 2006 )
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
2.      Obat-obatan
Diuretik untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti apoetin alfa bila terjadi anemia.
3.      Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan panyakit renal tahap akhir. Pasien memilih transplantasi ginjal dengan berbagai alasan, seperti keinginan untuk menghindari dialisis atau untuk memperbaiki perasaan sejahtera, dan harapan untuk hidup secara lebih normal. Selain itu, biaya transplantasi ginjal yang sukses dibandingkan dialisis adalah sepertiganya
Penatalaksanaan Keperawatan
1.      Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut, hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5,5 mEq/L, SI: 5,5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningakatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriten sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
2.      Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.

  1. Komplikasi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis menyebabkan berbagai macam komplikasi .
  1. Hiperkalemia, yang diakibatkan karena adanya penurunan ekskresi asidosis metabolic, Perikardistis efusi pericardial dan temponade jantung.
  2. Hipertensi yang disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi system renin angioaldosteron.
  3. Anemia yang disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan pendarahan gastrointestinal akibat iritasi.
  4. Penyakit tulang. Hal ini disebabkan retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah, metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
  5. Retensi cairan, yang dapat menyebabkan pembengkakan pada lengan dan kaki, tekanan darah tinggi, atau cairan di paru-paru (edema paru)
  6. Kerusakan permanen pada ginjal (stadium akhir penyakit ginjal), akhirnya ginjal membutuhkan dialysis atau transplantasi ginjal untuk bertahan hidup
  1. Pencegahan Gagal Ginjal
Supaya terhindar dari penyakit gagal ginjal, harus melakukan pencegahan sebagai berikut :
a.       Olah Raga.
b.      Berhenti merokok.
c.       Mengurangi makanan berlemak.
d.      Menurunkan berat badan.
e.       Mengkonsumsi air putih dan menghindari konsumsi obat kimia.
f.       Variasikan Konsumsi Makanan.
h.      Jangan Menahan BAK.
  
BAB III
KASUS

A.     Uraian Kasus
Ny. S 45 tahun masuk ke Rumah Sakit RSUD Arifin Achmad karena penyakit ginjal yang dialaminya yang diawali dengan sakit pinggang. Keluarga klien mengatakan klien mengalami hal ini sejak 3 tahun yang lalu, klien awalnya mengira hanya penyakit biasa saja sehingga klien hanya membeli obat diwarung/ jamu untuk mengurangi rasa sakit terhadap penyakitnya tersebut, klien juga tidak pernah memeriksakan keadaannya ke rumah sakit. Keluarga juga mengatakan klien mempunyai riwayat hipertensi yang sudah lama dideritanya. Kondisi klien semakin lama semakin memburuk sehingga keluarga membawa klien kerumah sakit. Selain itu keluarga juga mengatakan bahwa akhir-akhir ini pasien BAK dengan jumlah yang sedikit. Hasil pemeriksaan labor didapatkan Ureum 380 mg/ dl, Kreatinin 15 dan Hb 6,2 mg/dl, SGOT 19, SGPT 30. Dilakukan pemeriksaan USG pada kedua ginjal didapatkan kedua ginjal tampak mengecil. Saat ini klien mengeluh mual sehingga tidak nafsu makan dan juga sering mengalami muntah, tubuh klien terlihat lemah, pucat, kulit kering dan bersisik, klien sering menggaruk bagian tubuhnya karena rasa gatal (pruritus) dan perut membesar dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 70 x/menit, suhu 36,60 C, pernafasan 24 x/menit.

B.     Pengkajian
1.      Pengkajian
a.       Anamnesa
1)      Identitas klien
Nama   : Ny. S
Umur   : 45 tahun
2)      Keluhan utama
Klien mengeluh sakit pinggang, BAK akhir-akhir ini dalam jumlah sedikit, perut membesar, mual dan muntah sehingga tidak nafsu makan, gatal pada kulit.
3)      Riwayat penyakit terdahulu
Klien mempunyai riwayat hipertensi yang sudah lama dideritanya dan sakit pinggang sejak 3 tahun yang lalu.
4)      Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
b.      Pemeriksaan fisik
1)      Perut klien tampak membesar
2)      Klien terlihat pucat dan lemah
3)      Kulit kering dan bersisik
4)      Kesadaran klien compos mentis
5)      TTV : Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 70 x/menit, suhu 36,60 C, pernafasan 24 x/menit.
c.       Pemeriksaan Penunjang
Ureum 380 mg/ dl (N: 20-40 mg/ dl)
Kreatinin 15 (N: 0,5-1,5 mg/ dl)
Hb 6,2 mg/dl (N: 12-152 mg/dl)
SGOT 19 (N: <21)
SGPT 30 (N: <23)
Hasil USG : Pada kedua ginjal didapatkan kedua ginjal tampak mengecil

C.     Analisa Data
No.
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
1.





















2.

















3.
























4.



DO:
-    Perut klien terlihat membesar
-    Hasil labor menunjukkan ureum ↑ 380 mg/ dl (normalnya 20-40 mg/ dl)
-    Kreatinin ↑ 15 (normalnya 0,5-1,5 mg/ dl)
-    SGOT 19 (N: <21)
-    SGPT 30 (N: <23)
-    Hasil USG : Pada kedua ginjal didapatkan kedua ginjal tampak mengeci
DS:
-    Keluarga mengatakan bahwa akhir-akhir ini pasien BAK dengan jumlah yang sedikit

DO:
-     Pasien terlihat lemah dan pucat
-     TD: 100/70 mmHg
-     Nadi 70x/menit
-     Hb: 6,2 mg/dl
DS:
-     Keluarga mengatakan bahwa klien tidak nafsu makan.
-     Klien mengeluh sakit pinggang






DO:
-     Klien terlihat lemah, mual dan muntah
DS:
-     Keluarga mengatakan klien tidak nafsu makan


















DO:
-     Kulit klien terlihat kering dan bersisik.
-     Klien terlihat sering manggaruk bagian tubuhnya.
DS:
-     Klien mengatakan sering mengalami gatal-gatal pada bagian tubuh tertentu.




Riwayat penyakit (Hipertensi)


Suplay darah ke ginjal ↓

 

Fungsi ginjal ↓

 


Retensi Natrium dan air

 


Kelebihan volume cairan










Riwayat penyakit (Hipertensi)
 


Sekresi eritropoetin ↓
 


Produksi Hb ↓
 


Suplay oksigen ↓
 


Intoleransi aktivitas




Riwayat penyakit (Hipertensi)
 


Fungsi renal ↓
 


Terjadi uremia
 


Gangguan keseimbangan asam basa
 


Produksi asam ↑
 


Asam lambung ↑
 


Mual muntah
 


Risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan


Riwayat penyakit (Hipertensi)
 


Suplay darah ke ginjal ↓

 


Fungsi ginjal ↓
 


Uremia
 


Terjadi pruritus
 


Respon mengaruk dari klien
 


Gangguan integritas kulit
Kelebihan volume cairan





















Intoleransi aktivitas
















Risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan























Gangguan integritas kulit

D.    Diagnosa dan intervensi keperawatan beserta rasional

No.
Diagnosa
Tujuan/kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1.              




























2.





















3.
















4.








Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.







































Intoleraksi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis





























Risiko perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, mual muntah, perubahan membrane mukosa mulut




















Gangguan integritas kulit b.d pruritus









Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil:
 tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output.





































Tujuan: Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan.
























Tujuan:
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil:
Menunjukkan berat badan yang stabil.


















Tujuan:
Mempertahankan kulit
Kriteria Hasil: Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan /cedera kulit






a.    Kaji status cairan dengan menimbang berat badan perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher, dan tanda-tanda vital.
b.   Batasi masukan cairan


c.   Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.
d.   Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
e.    Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering.
f.   Kaji faktor yang menimbulkan keletihan; anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk sampah, depresi.
a.   Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi; bantu jika keletihan terjadi.
b.   Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
c.  Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.

d.  Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular. Perhatikan kemerahan, ekskoriasi.
e.    Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.



a.    Awasi konsumsi makanan /cairan
b.   Perhatikan adanya mual dan muntah




c.   Berikan makanan sedikit tapi sering
d.  Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
e.   Berikan perawatan mulut sering





a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, trgor, vascular. Perhatikan kemerahan, ekskoriasi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membrane mukosa.

c. Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Beri salep atau krim.


d. pertahankan linen kering dan bebas keriput.
a.  Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.








b.   Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi.
c.  Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan

d.  Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.



e.  Hygiene oral mengurangi kekeringan membrane mukosa mulut.
f.   Menyediakan informasi tentang indikasi tingakt keletihan.






a.    Meningkatkan aktivitas ringan/ sedang dan memperbaiki harga diri.




b.   Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
c.    Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialysis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan.
d.   Menandakan area sirkulasi buruk/ kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/ infeksi


e.    Mendeteksi area dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler


a.  Mengidentifikasi kekurangan nutrisi


b.   Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c.    Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

d.   Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial

e.    Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

a.  Menandakan area sirkulasi buruk/ kerusakan yang dapat menimbulkan dekubitus atau infeksi



b.  Mendeteksi area dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.
c.  Soda kue dengan tepung, mandi menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan dari sabun. Salep atau krim mungkin diinginkan untuk mengurangi kering, robekan kulit
d.  menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.

a









E.     Web of Caution Kasus
 
                                Riwayat penyakit ( Hipertensi )
                                                                                                               
Suplay darah ke ginjal
 

Fungsi ginjal


Retensi Natrium dan air                Uremia                                    Sekresi eritropoetin


Kelebihan Volume Cairan                                                         Produksi Hb
 

                  Gangguan keseimbangan        Pruritus            Suplai oksigen
                              asam basa
 

                              Produksi asam             Respon menggaruk     Intoleransi aktifitas
 

                              Asam lambung            Gangguan integritas Kulit

                              Mual muntah

                              Resiko gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan

F.      Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
1.      Penatalaksanaan Farmakologi
Pasien GGK memerlukan sejumlah obat untuk mengendalikan gejala yang menyertai disfungsi ginjal. Obat ini meliputi: preparat antihipertensi, pengikat fosfat berbasis-kalsium seperti kalsium bikarbonat; natrium (atau kalsium) polistiren sulfonat (Resonium), resin penukar-kation; dan vitamin D (Calcitriol).
Pada gagal ginjal dapat terjadi kelambatan atau penurunan eliminasi obat yang menimbulkan penumpukan obat di dalam tubuh. Diperlukan penyesuaian takaran obat dan frekuensi pemberian. Obat yang perlu mendapat perhatian khusus meliputi digoksin, gentamisin, vankomisin, dan opiat. Petidin tidak boleh diberikan kepada pasien GGK karena dapat bertumpuk dalam tubuh dan menimbulkan kejang (Chang, dkk., 2010).
2.      Penatalaksanaan Non Farmakologi
Penatalaksanaan diet
Tujuan penatalaksanaan diet pada GGK adalah mempertahankan status nutrisi meski asupan protein, kalium, garam, dan fosfat dibatasi dalam diet. Pembatasan protein harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari malnutrisi kendati tindakan ini dapat memperlambat penurunan GFR. Diet gagal ginjal harus mendapat energi yang cukup dari karbohidrat dan lemak untuk mengurangi katabolisme protein tubuh dan mempertahankan berat badan. Asupan cairan biasanya dibatasi sebesar 500 mL ditambah jumlah haluaran urin pada hari sebelumnya. Pembatasan natrium dan kalium bergantung pada kemampuan fungsi ginjal untuk mengekskresikan elektrolit ini. Umumnya, natrium dibatasi untuk mencegah edema dan hipertensi, dan makanan tinggi kalium (mis., beberapa buah dan sayuran, cokelat) harus dihindari. Akhirnya, makanan tinggi fosfat, seperti berbagai produk susu (mis., susu, es krim, keju, yoghurt) juga harus dibatasi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.
Chang, dkk,. (2010). Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hinchliff, Sue. (1999). Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta: EGC.
Pearce, Evelyn G. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Price & Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 2. Jakarta: EGC.
Purnomo, B. (2003). Dasar–Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.
Sudoyo, dkk,. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing.   
Syaifuddin. (2011). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.